Anak saya berusia 10 tahun menuju 11 tahun saat ini. Tetapi anda yang mungkin menemuinya dan berinteraksi dengannya, secara instingtif, bisa memperkirakan bahwa tampilannya tidak seperti anak usia 10 tahun pada umumnya. Anak berusia 10 tahun yang tidak memiliki masalah perkembangan (anak tipikal) setidaknya sudah berada di kelas empat SD. Salah satu kemampuannya adalah sudah bisa membaca cerita panjang dan menjawab semua pertanyaan tentang yang berkaitan dengan bacaan tersebut; atau sudah bisa mengerjakan pembagian puluhan; atau sudah bisa membuat video tiktok yang di-edit menjadi sulap-sulap sederhana; atau sudah bisa menghapal suatu rangkaian tarian dalam waktu berlatih beberapa kali saja.
Nah, ketika anda mengobrol dengan anak saya, anda bisa menebak dari respon komunikasi dan logika yang dikatakannya bahwa ia tidak seperti anak usia 10 tahun lainnya. Dan mungkin dengan sungkan dan dalam rangka menjaga sopan santun, dengan terpaksa anda harus katakan bahwa anak saya seperti anak usia empat tahun, meski usia kalendernya mengatakan ia adalah anak seusia kelas empat SD.
Iya. Memang begitulah cara “natural” dalam menilai apakah anak memiliki jalur perkembangan yang normal alias tipikal, optimal, tidak ada gangguan yang muncul; atau apakah anak berpotensi memiliki bakat mengalami gangguan perkembangan seperti anak saya.
Dan, dalam narasi ini, yang pertama ingin saya tegaskan adalah: cara menilai perkembangan anak memang seperti itu: MEMBANDINGKAN kemampuannya (usia perkembangan) dengan usia kalendernya.
Anak saya memiliki kemampuan seperti anak usia 4 tahun, secara kalender ia berusia 10 tahun. Disini ada celah atau jurang yang terbentang, antara usia 4 dan 10 sebesar 6 tahun. Maka anak saya mengalami gangguan perkembangan karena usia kalendernya 10 tahun tidak sama dengan usia perkembangannya yang seperti anak usia 4 tahun. Celah tersebut sepanjang 6 tahun.
Nah, itu adalah cara “kasar” dalam menilai perkembangan anak. Namun untuk menghindari bias atau kesalahan menilai, maka idealnya adalah menggunakan alat tes dalam menentukan perhitungan seperti itu. Yaitu dengan menjalani pemeriksaan ke tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Nah, ngomong-ngomong soal memeriksakan anak, anda bisa mendatangi layanan tumbuh kembang anak yang saat ini sudah tersedia di berbagai rumah sakit pemerintah maupun swasta; atau bisa juga mendatangi tempat layanan kesehatan seperti tempat terapi tumbuh kembang yang saat ini juga sudah banyak tersedia. Jika masih ragu karena “justru khawatir” anaknya di-LABELI dengan diagnosa-diagnosa yang terdengar menyeramkan; mungkin sedikit bisa saya sampaikan bahwa dengan cara kita mengetahui “LABEL” anak kita hal itu akan mempermudah memilah dan memilih penanganan yang tepat. Saya juga dahulu takut dengan label, dan itu hanya menghambat dan menunda penanganan yang cepat dan tepat.
Yup. Jika kita memiliki “feeling” bahwa anak kita mungkin mengalami perkembangan yang tidak mulus, atau ada kemampuan yang harusnya sudah dikuasai di usianya tetapi ia belum menunjukkan kemampuan itu, “lakukan pemeriksaannya”.
Saya tidak tahu dimana harus melakukannya: googling dulu saja, banyak alamat muncul di sana.
Saya tidak punya biayanya: cari layanan yang mungkin membuka fasilitas konsultasi gratis atau diskon karena fasilitas tersebut sedang ulang tahun atau perayaan tertentu.
Temukan jalannya. Tentu dengan cara yang wajar dan baik, hehe.
Tapi, kata seseorang, anak saya tidak apa-apa, hanya terlambat bicara saja, nanti juga bicara. Ooh, gampang. Itu kan kata seseorang, kalau kata hati atau feeling (perasaan) anda yang mana? Dengarkan “feeling” anda, Anda adalah pengasuh utama anak anda. Anda-lah yang paling tahu perkembangan anak anda. Sekaligus juga buka pikiran untuk memahami atau mencerna informasi, jangan ditelan mentah-mentah juga, hehe. Terakhir kalau bisa, temukan teman diskusi andalan anda, sehingga ketika anda bingung, dan Google membuat anda tambah bingung, bicarakan dengan teman diskusi andalan anda.
Ciao.
21 Maret 2022