Tulisan ini diselesaikan pada Oktober 2020.
Sebagai terapis, sekaligus manusia (“korban”) modernisme yang “terjebak” sibuk bekerja, banyak hari berlalu tanpa sempat baca buku lagi. Lalu “lagi-lagi, situasi” membuat saya harus baca. Hahaha. Dalam proses pembelajaran tersebut, saya hanya berteman buku dan internet. Belum memiliki teman diskusi yang nyata, atau mungkin karena saya memang pribadi kuper. Kira-kira tahun 2015, saat anak saya berumur sekitar 4 tahunan, saya menemukan beberapa kesimpulan (sementara) dari yang saya coba pahami.
Progres perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak saya, secara subjektif, tingkat kepuasan saya 20 – 30 (persen) per semester; bahasa/wicara lebih rendah yaitu sekitar 20. Jika ini yang terjadi, maka terapi harus dilakukan sampai dengan (minimal) akhir masa remaja atau bahkan dewasa awal. Nah, di sini saya tidak membabarkan dari mana saya dapat perkiraan tersebut ya. Nanti hamsyong, hehe.
Meski ragu-ragu karena khawatir justru saya yang salah memahami bacaan, tetapi realitas di anak saya, justru semakin meyakinkan saya bahwa hal ini (terapi dilakukan sampai akhir masa remaja atau bahkan dewasa awal) bisa jadi benar. Sebagai informasi, dalam kasus anak saya, tidak ada gejala disabilitas intelektual primer. Tetapi kondisi gangguan bahasa/wicaranya telah membuat usia mental-nya setengah dari usia kronologisnya.
Dari sini, saya lalu mengusung suatu nilai yang saya perkenalkan kepada orang-orang di sekitar saya, termasuk teman2 terapis yang saya kenal dekat dan orang tua yang sudah mengenal lebih dekat juga. Bahwa:
Dalam suatu titik tertentu, kita mungkin harus terus melakukan perawatan sistem (senso-motorik) anak kita. Baik dari aspek tubuhnya (postural; rangka dan otot-otot besar) secara keseluruhan, maupun otot-otot motorik yang lebih halus (dalam istilah terapi didalamnya termasuk kajian okupasi dan wicara).
Mengapa demikian? Secara disederhanakan, saya bisa jelaskan “kira-kira” begini:
- Bahwa, senso-motorik adalah sistem dasar dan utama, yang bisa jadi “menentukan” arah perkembangan keterampilan gerak senso-motorik tubuh. (Senso) motorik tubuh bukan hanya berjalan, dan berlari saja; atau keterampilan menggunting dan menggambar saja, bicara juga termasuk motorik, dan bahkan bahasa pun berfungsi karena mekanisme senso-motorik berfungsi.
- Dan perjalanan tumbuh kembang manusia secara umum mengembangkan mekanisme “penyetelan” dalam tubuhnya, sehingga “jadilah ia yang unik”, tidak ada manusia yang sama, sehubungan dengan karakteristik senso-motoriknya.
- Pada anak saya yang sistem senso-motoriknya mengalami permasalahan. Menjadi memiliki kompensasi yang banyak. Nah, kompensasi inilah yang dalam jangka panjang bisa menimbulkan permasalahan baru. Misalnya: karena posisi berdiri yang tidak ideal, meskipun bisa berjalan à namun gaya berjalannya menjadi terkompensasi à sehingga menjadi memiliki resiko di kemudian hari seperti tidak bisa berjalan jauh, sakit di area pinggang, atau malah bentuk telapak kaki yang melebar karena kompensasi tubuhnya sudah mulai terlihat sejak 2019), ini contoh saja.
Dari (diantaranya) ketiga kondisi tersebut-lah, saya berpendapat bahwa “anak saya bisa jadi perlu terapi sampai dengan usia menjelang dewasanya”.
Saya tahu ini terdengar tidak menyenangkan. Bagaimana mungkin sampai menjelang dewasa terapi? Lalu bagaimana dengan belajar/sekolahnya? Nah, untuk sementara ini mungkin saya hanya bisa menyampaikan (lagi-lagi) opini saya bahwa, kedua hal tersebut: terapi dan sekolah adalah dua hal yang dilakukan bersamaan.
Namun perlu saya pisahkan di sini, bahwa terapi sampai dengan usia yang cukup besar, jika memungkinkan bukanlah terapi yang terus-menerus dengan mendatangi tempat layanan terapi. Tetapi lebih kepada menemukan sendiri “jurus-jurus andalan” dalam menjaga kesehatan tubuh (sensomotorik/postur/kecakapan yang berhubungan dengan sensomotorik) dan mendatangi tempat layanan atau ahliny hanya dalam periode tertentu saja.
Saya sendiri sejak dahulu (2015-an) berharap bahwa saya bisa menemukan “jurus2 andalan” tersebut dalam rangka membekali anak saya dalam jangka panjang. Meski saat ini sudah ada 3 kandidat yang saya gunakan, dan saya perkenalkan, saya tidak ingin menutup diri dengan hanya berhenti di 3 jurus ini. Karena ternyata (lagi-lagi saya dipaksa manut dengan kenyataan yang saya saksikan, bahwa) memang di dunia ini tidak pernah ada satu pil ajaib untuk semua penyakit.
Sekian,
Semoga bisa memberi nuansa persepsi berbeda