Bicara tentang sensori, ya bicara tentang sensasi, atau rasa. Pastinya berhubungan dengan kemampuan indrawi, dan sensori berarti indrawi. Jika kita berbicara tentang tumbuh kembang anak, pastinya sudah familier dengan istilah motorik, sahabat terbaik motorik ya sensorik. Kita bicara motorik tidak bisa melepaskan sensorik. Kita bergerak pasti ada rasa. Dimana ada motorik disitu pasti ada sensorik. Intinya; sensorik adalah bagian terpenting dari sebuah pertumbuhan dan perkembangan seperti juga halnya motorik, yang kebetulan lebih populer terlebih dahulu dibanding sensorik. Tapi Saya yakin, saat ini adalah tahunnya sensorik, hehehe.
Penjelasan yang Saya gunakan untuk menjelaskan sensorik-motorik adalah istilah input–output. Sensorik bisa dianalogikan dengan input; informasi yang naik ke otak dan motorik bisa dianalogikan dengan output; respon(informasi) yang disampaikan otak melalui anggota tubuhnya.
FYI. Anggota tubuh yang digunakan otak untuk menyampaikan ide atau responnya disebut dengan transmiter. Dalam kaitannya dengan keilmuan Terapi Wicara, transmiter yang digunakan ada 4 macam: Transmitter #1 yaitu mulut/bicara, Transmitter #2 yaitu anggota gerak atas/tangan, Transmiter #3 yaitu ekspresi wajah/mimik dan Transmiter #4 yaitu anggota gerak bawah/kaki.
Sensorik atau sensasi berarti kemampuan kesadaran akan rasa yang diterima tubuh. Seperti merasakan sakit, pedas, silau, berisik, bau, dst. Sekilas kemampuan sensasi ini seperti kurang penting dan kurang populer (terutama di dunia Saya, Terapi Wicara). Namun sesungguhnya, sensasi adalah proses paling penting, paling dasar dan paling primitif dalam proses tumbuh kembang.
Kebetulan, Saya melahirkan anak Saya dengan cara operasi Sectio Caesaria. Saat itu Saya dibius lumbal, akibatnya bagian bawah tubuh Saya mengalami kebas, dan akhirnya Saya bukan hanya tidak mampu merasakan (sensasi) kaki Saya namun juga tidak mampu menggerakkannya (motorik). Jadi motorik Saya lumpuh karena sensorik Saya dilumpuhkan.
Contoh lain, ketika kita menonton konser musik yang sangat keras dan saat itu kita ingin mengatakan sesuatu kepada teman menonton kita, misalnya :“keren banget,ya”. Darimana kita tahu dan yakin bahwa yang kita katakan adalah “keren banget,ya” dan bukan mengatakan “permen karet,ya” sedangkan kita tidak bisa mendengar karena ada musik yang sangat keras. Pastinya karena kita merasakan gerakan mulut kita sehingga kita bisa tahu yang kita katakan adalah “keren” bukan “permen”. Itulah sensasi. Deal? J
Allahu A’lam… Semoga bermanfaat.
________________________________Pipit Puspitasari. Okt.2012___________________________