Bedong

Tulisan ini dibuat dengan menyederhanakan proses bio-fisiologis tubuh, agar mudah dipahami.

#Jumat, 17 April 2020                                                                                #DiRumahAja

 

Akhir-akhir ini saya secara pribadi sangat mengedepankan teknik bedong sebagai pondasi latihan pada hampir semua kasus perkembangan yang saya tangani, beginilah penjelasannya.

Sejak lama, saya ingin mempelajari bagaimana teknik latihan yang sederhana untuk target otot di tulang belakang. Karena semakin hari saya semakin meyakini bahwa tulang belakang adalah jalur utama sistem sensomotorik tubuh, maka alangkah indahnya jika ada latihan yang sederhana dan bisa dilakukan oleh semua orang, dalam hal ini, khususnya orang tua di rumah.

Tetapi saya tidak ingin menghabiskan berbulan-bulan kursus apalagi sampai harus meninggalkan anak. Karena hampir semua kursus yang saya cari semuanya ada di negeri orang dan kursus intensif minimal enam bulan. No way. Atau pelatihan yang intensif hanya seminggu tetapi mensyaratkan tenaga kesehatan tertentu, dan kebetulan saya tidak berkualifikasi.

Saya menulis dan bertindak disini lebih sebagai orang tua dari anak saya yang punya problem perkembangan lumayan kompleks. Jadi, saya harus menemukan jalan itu. Jalan untuk membantu anak saya dalam merawat tulang belakangnya, sebagai jalur utama sistem sensomotorik tubuhnya. Jika tidak, maka perkembangan anak saya bisa semakin tertinggal dari kalender kronologisnya. Saya ingin menghindari jurang tersebut agar tidak semakin melebar. Itu saja. Pasti ada jalan lain. Harus.

Singkat cerita saya menemukan teknologi bedong yang dimodifikasi agar bisa efektif merangsang otot mikro di tulang belakang. Penemunya orang Indonesia yang memang fokus pada teknik pengobatan berbasis tulang belakang. Jika anda familiar dengan istilah atau bahkan tahu secara mendalam mengenai Kiropraktik dan Yumeiho, atau setidaknya anda menyukai Yoga anda mungkin sepakat tanpa ragu tentang teknik bedong ini.

 

Jadi, apakah manfaat dari teknologi bedong ini?

Saat anak dibedong (dengan teknik khusus) maka otot tubuhnya di-off agar tidak bergerak, lalu anak bisa jadi berontak* (karena tidak nyaman*). Dan sebaliknya, jika anak sangat suka dan cenderung diam saja alias tidak berontak, ya tidak mengapa, biarkan saja dan tunggu prosesnya. Nah, saat berontak inilah, diharapkan anak menggunakan area tulang belakangnya sebagai basis bergerak. Dengan demikian dia sedang melatih sendiri otot-otot mikro di tulang belakangnya. Ya. Sesederhana itu. Dengan berkembangnya otot mikro, harapannya adalah jalur utama sensomotorik menjadi lebih sehat. Jika demikian, bukankah semua proses tubuh termasuk berpikir (bahasa wicara) dapat berlangsung lebih lancar. Setidaknya jika bedong terus saya gunakan sampai hari ini, bukankah itu tanda bahwa ada manfaat yang saya lihat di anak saya.

Hanya saja, bagi saya pribadi, meski bedong sangat penting untuk anak saya, tetap bukan satu-satunya aktivitas yang dilakukan. Karena bagaimana pun masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh saya bersama anak saya. Metode PVT Dokter Bagus Satriya Budi dan HTHT dari dokter Octorina Bashushanti adalah teknik yang selalu saya sertakan.

*berontak dalam hal ini, terjadi karena perasaan tidak nyaman saat dibedong. Tetapi asumsi saya adalah, rasa tidak nyaman anak ini adalah tanda bahwa sistem taktil luarnya bisa jadi bermasalah. Terkadang cerita yang muncul adalah: “waktu bayi enggak mau dibedong, soalnya lepas melulu”. Believe it or not anak saya juga gitu. Bedanya, dahulu saya tidak mengerti sehingga mengabaikan bedong gegara mudah lepas.

 

Salaam,

Thepita as a parent

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll to top
WhatsApp Chat with Us