Cara saya memahami komponen oralmotor (2)

Setelah trio artikulator ibarat bangunan rumah, lalu apa berikutnya?

Sependek pemahaman saya, ketika saya belajar memahami komponen trio-artikulator yaitu: rahang, bibir dan lidah dengan menggunakan analogi rumah. Saya memahami bahwa dalam membantu seseorang yang memang memiliki indikasi perlu diberikan intervensi oral motor, maka saya berpikir dengan cara: jika saya menemukan permasalahan pada lidah (atap); saya akan mengecek bibir (tembok bangunan) apakah sudah adekuat menopang lidah?; lalu saya juga akan mengecek rahang (pondasi) apakah sudah kuat posisi dasarnya?

Rahang menopang bibir dan bibir menopang lidah yaaa seperti pondasi menopang tembok, tembok menopang atap. As simple as that. Biar lebih visual, saya sertakan contoh kasusnya (SKB: syarat dan ketentuan berlaku)*

Contoh kasus:
Sebut saja R usia 8 tahun, datang dengan keluhan cadel pada huruf /r/. Sebelumnya pernah menjalani terapi wicara namun masih tersisa huruf /r/ yang belum bisa diucapkan dengan jernih, cadel. Intervensi terapeutik yang pernah didapatkannya adalah diajarkan untuk menggetarkan lidah seperti pada umumnya kita mengucapkan /r/.
Pendek cerita: R tidak bisa mengucapkan huruf /r/ karena memang ditemukan adanya kecenderungan kelemahan otot bibir (sebagai contoh) dimana pada saat minum air seringkali merembes di bibirnya dari gelas; bibir tidak menempel ideal pada gelas; dan kecenderungan kekuatan ideal otot rahang pun belum tercapai dengan baik—bisa dilihat—dari kemampuannya mengunyah makanan dengan posisi mulut terbuka dan gerak mengunyah yang cenderung kasar**.
Dari beberapa data tsb, maka menurut saya pribadi, latihan tidak hanya terfokus pada bagaimana menguatkan otot lidah tanpa memperhatikan otot bibir dan rahang.
Lalu, dosisnya seperti apa yang tepat? Hehe, sayangnya untuk menjelaskan “dosis tepat” perlu penjelasan lebih panjang, dan tidak saya sajikan di sini…

Namun prinsip pemberiannya berdasarkan urutan perkembangan tadi, artinya: saya tidak mungkin hanya mengajarkan lidah huruf /r/ tanpa memberi porsi terapi pada rahang saat ditemukan adanya indikasi kelemahan otot pada rahang.

Jadi, hal konkrit yang perlu dikuasai R pertama adalah memiliki kemampuan mengunyah yang baik (halus); latihan yang diberikan bertujuan untuk mengembangkan kekuatan otot rahang dan diberikan secukupnya (tidak berlebihan karena oral motor bukan seperti body builder); ketika kekuatan otot rahang membaik maka gerak mengunyah pun akan menghalus. Diharapkan ketika gerak mengunyah lebih halus, maka bibir dan lidah akan lebih mungkin berkembang karena pondasinya sudah menguat.

Secara bersamaan diberikan pula aktivitas untuk mengembangkan kekuatan otot bibir dan kekuatan otot lidahnya dalam porsi yang disesuaIkan. Misal jika rahang sedemikian lemah, maka aktivitas terapi yang diberikan 50% bagi rahang, dan masing-masing 25% untuk bibir dan lidah***.

*Kasus ini tidak bisa diceritakan secara mendetail, hanya garis besarnya yang menurut saya bisa mengerucut ke aspek oral motornya saja. Karena dalam menganalisa kasus tidak bisa hanya dengan menggunakan data terlalu sedikit. Pamali, hehe…
**Mengunyah kasar secara lebay saya gambarkan sebagai berikut: “pernah melihat Monster Cookies di film Sesame Street yang sedang makan kue?” Dimana gerakan mengunyahnya cenderung kasar, seperti itulah kira-kira visualisasi gerakannya. CMIIW.
***Pemberian dosis terapi tidak dianalisa sesederhana ini, maka ada baiknya mencari opini dari terapis yang kompeten.

 

Salaam,
Semoga bermanfaat

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll to top
WhatsApp Chat with Us