Sebuah dilema luar biasa, yang mungkin pada tulisan ini akan terlihat hiperbola. Namun tulisan ini hanyalah pengingat bagi saya pribadi dan jika ada yang mengambil manfaat dari sini, setidaknya sedikit dari tugas promotif saya sebagai tenaga kesehatan terfasilitasi.
Anak-anak dengan gangguan perkembangan tidak jarang juga komorbid dengan gangguan lainnya, seperti gangguan proses sensori, gangguan pencernaan, gangguan atensi/konsentrasi, dll.
Salah satu yang ingin saya sampaikan di sini adalah gangguan pencernaan. Gejalanya bisa bervariasi, salah satu yang ada di anak saya adalah: lambannya gerak peristaltik. Salah satu gejalanya yang khas adalah sembelit, dimana frekuensi defekasinya antara 2 s/d 3 hari, lalu konsistensi faecesnya seringkali berada pada tipe-2 atau bahkan tipe-1 (googling Bristol Stool Chart). Sejak ia batita permasalahan ini sudah muncul. Perawatan umum yang populer, tentu sudah dicoba, tapi tidak berhasil mengatasi permasalahannya.
Bagi anak saya, membutuhkan waktu 2 setengah tahun untuk memulihkan sistem pencernaannya melalui modifikasi diet. Setelah proses itu perlahan-lahan konsistensi faecesnya membaik. Namun secara frekuensi sampai dengan 3 – 4 tahun kemudian masih belum setiap hari, baru bisa menjadi 2 hari sekali. Yaa, lumayanlah, jika Anda tahu historisnya.
Nah, singkat cerita, sampai dengan saat ini, peristaltiknya yang lamban masih merupakan isu yang melekat pada dirinya. Yang jadi cerita adalah: peristaltik pagi hari yang merespon lamban membutuhkan waktu minimal hampir 90 menit untuk just-relax-window jangan makan apapun. Lalu apa yang terjadi jika makan pada rentang jendela waktu just-relax tersebut? Nah ini dia. Sistem pencernaannya yang belum siap lalu dimasuki makanan berat, hanya akan menjadi stuck, jam, mampet, tidak mampu mencerna dengan seharusnya. Lalu wajahnya akan memucat. Mengapa? Karena energi dan darah terfokus pada pencernaan yang harus bekerja padahal belum siap. Sistem cerna tidak mampu bekerja normal karena tuan rumah (sistem cerna) belum siap, mesinnya belum panas. Sehingga makanan menjadi bumerang: bukannya memberi energi malah menguras energi. Dilema.
Sebagian dari Anda mungkin ada yang memiliki kebiasaan, makan pagi-pagi dan sebagian dari Anda mungkin sebaliknya: kalau makan pagi perut suka enggak enak, jadi paling minum saja atau makan snack, demikian jargon yang sering saya dengar dulu dari orang-orang. Karena memang secara normal, peristaltik usus kita akan bekerja optimal pada pagi hari setelah sekitar 30 menit s/d 1 jam paska bangun tidur. Anak saya sedikit nambah waktu persiapannya, dan perlu bertahap memasukkan makanannya atau malah menjadi bermain bumerang.
Sebagai tambahan, permasalahan pencernaannya bukan hanya itu, tetapi termasuk produksi asam lambung yang diduga kurang dari seharusnya. Hanya bentuk gejala yang ditunjukkannya sedikit berbeda dengan cerita di atas. Kejadian di atas lebih saya asosiasikan dengan makan pagi yang kecepetan, dibandingkan isu asam lambungnya. Sekian.
Salaam,
Jakarta, 03 Agustus 2022