“Prinsip” LATIHAN UJARAN UNTUK DISPRAKSIA VERBAL*

*Tulisan ini bukan tulisan ilmiah versi resmi, hanya sekedar kumpulan opini pribadi sebagai bahan renungan pribadi, sekaligus informasi umum untuk (khususnya) para emak2 pintar pencari informasi untuk kebutuhan dalam pengasuhan.

 

Dari satu sampai tiga rujukan yang saya gunakan untuk menghadapi kasus DV, ada beberapa poin yang saya sukai dan saya gunakan dalam menentukan “bunyi ujaran apa yang harus dilatih terlebih dahulu?”

  1. “Mulailah dari ujaran yang ia bisa”

Filosofinya sangat luas kalau mau diasosiasikan dengan berbagai hal, mulai dari apa yang kita bisa lakukan terlebih dahulu adalah tentang memberikan pengalaman bahwa “ini mudah” dan “kamu bisa”. Mengingat jika kita merujuk pada anak dengan DV, clumsy atau gerakan kagok, kikuk, janggal merupakan ciri khasnya, karena karakteristik utamanya adalah gangguan ko-ordinasi gerak (wicara). Tentunya, jika kita memberikan latihan ujaran yang sulit baginya, hal ini cenderung berpotensi mempertegas kegagalan dalam ko-ordinasi gerak wicaranya. Padahal tugas terapis adalah membantunya mengatasi permasalahan ko-ordinasi geraknya.

Misal: (1) Jika tak bisa mengujar kata /mobil/ diganti jadi /mo-bil/; jika tak bisa juga gantilah jadi /mo-biw/; jika tak bisa juga gantilah jadi /mo-bi/; jika tak bisa gantilah jadi /o-bi/; dan seterusnya. (2) Jika belum verbal dan tak bisa meniru tingkat kata, turunkan menjadi tingkat suku kata, turunkan menjadi tingkat bunyi fonem atau bunyi tanpa makna (vokal saja, lalu konsonan-vokal, lalu konosonan-vokal-konsonan, dan seterusnya).

Terkait rumus ini dari mana, hehe, tak usah dibahas yaa, panjang kali ceritanya…

 

  1. “Repetisi ujaran sampai dengan jumlah tertentu”

Ini juga tak kalah penting, lagi-lagi karena dispraksi adalah “tidak matangnya” sistem yang berhubungan dengan ko-ordinasi gerak. Artinya: anak-kita tak punya memorisasi otot yang baik mengenai “bagaimana menggerakkan otot” bicara yang dimaksud, yang ditandai dengan clumsy. Sehingga repetisi ujaran dalam jumlah tertentu memungkinkan otot dan area motorik membuat rangkaian gerak agar bisa tersimpan dengan baik.

Angka yang saya gunakan untuk anak-anak usia kecil (2-5 tahun) adalah 10 s/d 15 repetisi per bunyi yang sedang dilatihkan; sedangkan jika ia sudah lebih besar dan lebih mampu target final repetisi adalah 25 kali.

 

  1. “Berapa banyak variasi bunyi yang bisa dilatihkan”

Mengingat kesulitan utamanya adalah ko-ordinasi gerak, maka jumlah latihannya bukanlah jumlah yang akan “mempersulit” latihannya, sehingga jumlah yang dipilih adalah “sedikit tapi perfek”.

 

  1. “Sedikit tapi perfek”

Ini kata kunci lain tentang DV, latihan tak perlu banyak, mungkin saja hanya 1 – 3 kata dengan jumlah repetisi maksimal 10 kali, atau bahkan dalam derajat DV yang cukup berat kita mulai dengan hanya satu bunyi saja, dan tidak ada bunyi yang lain. Tidak jarang, saya berkutat dalam satu bunyi saja (misal /ma/) dalam batas waktu tertentu jika kondisinya benar-benar masih minimal. Dan memastikan bunyinya diujarkan dengan perfek, itulah yang dihitung sebagai repetisi memorisasi ko-ordinasi geraknya.

 

  1. Gunakan alat bantu multisensori

Ini saya analogikan dengan pepatah banyak jalan menuju Roma. Multisensori adalah tentang melibatkan sebanyak mungkin indera dikarenakan keterbatasan indera. Prinsip pertumbuhnan dan perkembangan adalah tentang kematangan seluruh fungsi indera-indera. Jadi, multisensori merupakan kunci lain untuk membantu anak-kita memproduksi ujaran dengan mudah. Dalam referensi Talktools ada yang disebut dengan Apraxia Kit, sebuah set alat sederhana yang digunakan untuk membantu anak DV dalam melatih produksi bunyi. Saya sendiri membuatnya, tentu setelah saya izin dengan pemilik ide Apraxia Kit tersebut yaitu Renee Roy Hill dalam suatu kesempatan 7 tahun yang lalu.

 

Sementara hanya ini yang bisa saya ceritakan, semoga dapat memberikan manfaat yang baik.

Salaam,

Thepita

120919

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Scroll to top
WhatsApp Chat with Us