Hemm, perlu diketahui bahwa saya bukan pakar tidur, saya hanya terpaksa mengamati tidur anak saya bertahun-tahun yang lalu karena kondisi doi yang banyak isu perkembangan dan kesehatan.
Secara singkat tidur itu terdiri dari 1+4 fase, yaitu: fase tidur REM (rapid eye movement), dan 4 fase tidur non-REM. Tidur REM adalah tidur ketika kedua mata kita aktif bergerak meski dalam keadaan tidur, dimana fase ini merupakan fase tidur yang dihiasi dengan mimpi. Tidur non-REM yang terdiri dari 4 fase (fase 1 & 2 adalah light sleep; fase 3 & 4 adalah deep sleep, tidur nyenyak) pun disebutkan sebagai tidur yang juga mengalami mimpi namun tidak sekuat pada saat tidur REM.
Jadi, buat mengamatinya gampang kan ya. Kalau saya ingat-ingat, ketika anak saya bayi, jarang banget saya melihat matanya bergerak-gerak saat tidur. Hanya pada saat itu saya masih belum tahu jadi yaa, gitu deh. Nah, “konon” penurunan persentase tidur REM inilah yang ditemukan pada anak-anak autism, dibandingkan dengan anak yang bukan autism (A.W. Buckley, A.J. Rodriguez, A. Jennison, dkk., 2010 dalam Matthew Walker, 2021).
Suatu ketika saya mendapati informasi bahwa tidur itu penting, karena pada saat tidur kita sedang merajut konektivitas sistem saraf kita di otak. Bahkan seorang teman tempat saya merujuk atau mengonfirmasi wawasan kesehatan holistik, memberitahu saya lebih dari 6 tahun yang lalu, bahwa tidur (yang normal) adalah salah satu parameter kesehatan (sistem saraf/otak). Maka ketika tidur anak saya membaik, cukup memberi penghiburan bahwa kesehatannya membaik: “lumayanlah progress”, Ibu-ibu yang punya ABK tahu nih, makna deep dari jargon ini.
Fase tidur yang mana yang paling penting? Jawabannya adalah keduanya, baik tidur REM maupun non-REM. Keduanya bekerja pada bagiannya masing-masing dan saling mendukung. Ibaratnya, dalam tulisan Matthew Walker seorang profesor ilmu saraf dan psikologi di UC Berkeley, Direktur Laboratorium Sleep and Neuroimaging dalam bukunya why we sleep, tidur mendalan Non-REM bertugas untuk mendata informasi yang dikumpulkan sepanjang hari, menyiangi serta menyingkirkan koneksi-koneksi neural yang tidak diperlukan. Sedangkan tidur tahap mimpi atau tidur REM memainkan peranan untuk memperkuat koneksi-koneksi tersebut. Nikmatilah mimpi Anda karena Anda sedang merajut konektivitas saraf-saraf di kepala.
Tidur dan ASD (autism spectrum disorder)
“Pemahaman kita saat ini tentang apa penyebab autisme masih belum lengkap, tapi yang terutama dari kondisi tersebut tampaknya adalah susunan saraf otak yang tidak sesuai selama masa awal tumbuh kembang, khususnya dalam formasi dan jumlahnya—yakni, sinaptogenesis abnormal. Ketidakseimbangan dalam sambungan sinapsis umum ditemui pada individu autis: jumlah konektivitas yang berlebihan pada beberapa bagian otak, dan defisiensi konektivitas dalam bagian-bagian otak lainnya.”
Begitu tulisan Matthew Walker di halaman 118-119, hehe, maaf saya lagi “males” parafrase sendiri, peace! Tetapi saya setuju dengan paparan tersebut, hanya saya tidak bisa jelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini, karena alasan teknis.
Saya lanjutkan cuplikan dari profesor Matthew Walker ya,.
“Menyadari hal ini, para ilmuwan sudah mulai mempelajari apakah aktivitas tidur pada individu autisme tidak seperti biasa. Dan begitulah adanya. Bayi dan anak-anak yang masih kecil yang menunjukkan tanda-tanda autisme atau yang didiagnosis dengan autisme, tidak memiliki pola tidur atau jumlah tidur yang normal. Irama sirkadian dari anak-anak autism juga lebih lemah daripada anak sebayanya yang tidak menderita autis, menunjukkan profil melatonin yang lebih datar dalam periode 24 jam ketimbang kenaikan pesat pada konsentrasi melatonin pada malam hari dan penurunan tajam pada siang harinya. Secara biologis, para individu autism merasa bahwa waktu siang tidaklah terlalu terang dan malam tidaklah terlalu gelap. Sebagai konsekuensinya, ada sinyal yang lebih lemah untuk saat-saat ketika kestabilan kesadaran dan tidur pulas seharusnya terjadi. Sebagai tambahan, dan barangkali ada kaitannya, total waktu tidur yang dapat dihasilkan anak-anak autism lebih sedikit daripada anak-anak sebayanya yang tidak autism.”
Begitu kira-kira sebagian yang bisa saya tautkan di sini saat ini.
Salaam,
Pipit
02 Oktober 2022
Sebagian besar tulisan di atas saya sarikan dari buku:
Matthew Walker. 2021. Mengapa Kita Tidur: Mengungkap keampuhan tidur dan bermimpi. Edisi bahasa Indonesia, cetakan ketiga, alih bahasa: Agnes Cynthia. Jakarta: GPU.